PALANGKA RAYA, wahanapalangka.com – Sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Kota Palangjka Raya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB) harus dikelola secara profesional,akuntabel dan transparan.
Karena wajib pajak yang menyetorkan BPHTB mempunyai hak untuk mengetahui pembayaran yang mereka lakukan sudah sesuaikah dengan peraturan atau undang undang yang berlaku
Hal ini disampaikan iwan salah seorang pengusaha muda Palangka Raya yang menyoroti dugaan penetapan BPHTB tidak sesuai dengan aturan dan rawannya terjadi praktik dugaan pungutan liar.
” Karena bukan tidak mungkin para penyetor pajak BPHTB terkecoh oleh oknum petugas yang bisa saja mengambil keuntungan pribadi karena ketidak tahuan dari orang orang yang menyetorkan BPHTB ” ucap pengusaha yang mempunyai usaha kuliner ini, Jumat 14 Febuari.
Ia menegaskan BPHTB yang seharusnya mampu mendukung pembangunan di Kota Cantik ini malah menjadi lahan subur bagi Oknum nakal yang bertugas melakukan penetapan biaya BPHTB.
” Padahal wajib pajak atau pengusaha yang ingin berkontribusi bagi pembangunan daerah sudah dengan kesadarannya melaksanakan kewajiban pajak apalagi saat ini para wajib pajak atau penyetor BPTHB di Palangka Raya adalah pelaku UMKM seperti saya dan ini bisa dianggap memberatkan nantinya hal ini tentunya kontradiksi dengan program andalan Bapak Walikota terpilih yang memperiotaskan pengembangan pelaku UMKM “ucapnya.
Dan lebih lanjut ia menambahkan ada sosialisasi terkait Perda dan untuk.penetapan BPTHB sehingga menutup celah perubahan angka angka BPTHB seperti berita terkait BPTHB yang kini akan berimbas pada asumsi negatif dari masyakat yang cenderung menilai dugaan ” kedip mata” penetapan BPTHB yang akan disetor
Iwan membeberkan seharusnya daerah ( kota Palangka Raya) bisa membuat peraturan daerah ( Perda) yang mengatur penetapan BPHTB yang jelas dan transparan dengan mengaju pada peraturan dan UJ yang ada diantaranya adalah Pembeli tanah atau tanah dan bangunan baik pribadi atau Badan yang ditunjuk dalam lelang wajib membayar BPHTB. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Namun sesuai dengan pasal 88 UU No.28/2009, Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).
Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurang NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB. Besaran NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Namun sesuai pasal 87 ayat 4 UU No.28/2009, Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
” Jadi tidak ada lagi kasus diduga pungli seperti yang dilakukan Oknum M yang akhir akhir ini viral dengan ulahnya yang di duga melakukan penetapan BPHtB secara asal dan tidak transparan ” pungkasnya
(Aulia/PotretKalteng)