Dalam sambutannya, Kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Komjen Pol Marthinus Hukom, S.I.K, M.Si mengatakan dalam memberantas dan melawan ancaman kemanusiaan serta ancaman moral dari peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba.
“Maka apa yang kita lakukan hari ini adalah berkat kerjama seluruh stakeholder dalam bersama-sama bersinergitas untuk melawan peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba tersebut, ” ucapnya.
Komjen Pol Marthinus Hukom mengungkapkan dengan tertangkapnya Saleh Alias Saleh Bin Abdulah seorang gembong narkoba atau gerbong pengedar gelap narkoba yang tertangkap pada tanggal 4 September 2024 tersebut adalah gembong atau tersangka adalah DPO daripada kejaksaan dan juga telah divonis 7 tahun penjara.
“Oleh karena itu, keberhasilan ini patut kita syukuri bersama bahwa Tuhan masih menyelamatkan Anak-anak Negeri ini, Anak-anak bangsa ini dari ancaman peredaran gelap narkoba, ” ungkap Kepala BNN RI tersebut.
Salihin alias Saleh merupakan terpidana kasus Narkotika dengan vonis selama tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Sebelumnya Saleh divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Palangka Raya hingga akhirnya JPU melakukan kasasi atas putusan tersebut.
Pasca putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 586.k/pid.sus/2022 tanggal 25 Oktober 2022, S dinyatakan hilang dan melarikan diri. Dari hasil penelusuran BNN, diketahui S melarikan diri ke Samarinda enam bulan lamanya. Ia berpindah dari hotel satu ke hotel lainnya.
Karena tak ada tempat yang bisa Ia tuju, Saleh bermigrasi ke Banjarmasin. Satu bulan lamanya menetap di Banjarmasin, setelah merasa situasinya aman, Ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Jl. Rindang Banua Gang Aklak Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Setibanya di kampung halaman, Ia kembali melakoni perannya sebagai bandar narkoba. Bak seekor kancil, Saleh cukup lincah dalam melancarkan aksinya. Ia memiliki banyak orang suruhan untuk menjalankan bisnis haram tersebutdi wilayah kekuasaannya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui Saleh menerima barang dari seorang bandar besar berinisial Koh A yang mengaku berdomisili di Kota Semarang. Koh A mengirim sabu melalui Banjarmasin menggunakan jalur darat yang kemudian diterima oleh kaki tangan Saleh berinisial AA yang kini masih DPO. Kemudian barang dipecah menjadi beberapa bagian dan dijual melalui loket penjualan narkotika yang berlokasi di belakang rumah Saleh.
Setelah terkumpul, uang hasil penjualan yang ada di loket tersebut diserahkan kepada E, yang berhasil ditangkap petugas sehari sebelum Saleh diamankan. Secara berkala, tepatnya setiap satu minggu sekali, uang tersebut disetor kepada anak buah Saleh lainnya berinisial US yang kini buron. Peran US adalah sebagai penyetor uang hasil dagangan Saleh kepada bandar utamanya yakni, Koh A.
Komunikasi antara Saleh dan Koh A hanya sebatas laporan berapa jumlah uang yang telah disetor US. Dari hasil penelusuran Tim BNN, diketahui omset perhari dari bisnis haram yang dijalankan mereka berkisar antara 50 hingga 100 juta rupiah.
Kepada petugas, Saleh mengaku telah menjalankan bisnis narkoba sejak tahun 2016. Namun, saat ditangkap di tahun 2021 lalu dan kemudian buron, peran Saleh hanya sebagai pengendali, dan menerima fee dari bos besarnya, yakni Koh A. Berdasarkan pengakuan E, besaran fee yang diterimanya pun terbilang besar, yakni Rp 50 juta untuk setiap satu kilo penjualan sabu. Sementara itu, jumlah setoran yang harus diberikan Saleh kepada Koh A mencapai Rp 750 juta setiap kilonya.
Total tersangka yang diamankan bersama Saleh sebanyak 2 orang, yakni E dan M alias U. Sebanyak 10 orang lainnya turut terjaring guna dimintai keterangan dan dipastikan keterlibatannya. Dengan adanya penangkapan ini, Saleh akan segera menebus perbuatannya atas Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal yang disangkakan kepadanya saat putusan sidang tahun 2022 silam.
Sumber : bayu / tn-t7 / red