Institut Leimena Bekali Guru Kompetensi Praktis untuk Membangun Toleransi

Bandung, 21 Februari 2025 – Guru menjadi salah satu agen perubahan penting untuk menumbuhkan semangat keberagaman dan mengikis intoleransi yang masih muncul di tengah masyarakat. Toleransi tidak bisa hanya diajarkan, melainkan harus dialami secara langsung melalui perjumpaan dengan orang yang berbeda agama.

Hal itu yang menjadi dasar Institut Leimena, lembaga nirlaba yang berfokus untuk membangun peradaban, untuk melaksanakan Hybrid Upgrading Workshop bertemakan “Penguatan Kompetensi Guru Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Implementasi Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Pembelajaran Kurikulum Merdeka”.

Workshop yang diadakan di Bandung tanggal 21-23 Februari 2025 ini diikuti oleh sekitar 25 guru lintas agama dari sekolah dan madrasah di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.

“Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) mempunyai keunggulan dalam memberikan penguatan kompetensi guru. Program LKLB memiliki kebaruan karena sangat detil dalam penyusunan tahapan dan proses yang membekali guru seperangkat kompetensi untuk mengimplementasikan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan mendorong kerja sama,” kata Associate Professor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Yayah Khisbiyah, saat pembukaan workshop LKLB, Jumat (21/2/2025).

Yayah mengatakan survei tahun 2018 oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarkat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, menemukan bahwa 57% guru di Indonesia intoleran terhadap agama lain. Survei senada tahun 2023 yang dilaksanakan oleh Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) mencatat 83% siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti.

Baca Juga  Edwin Sapirin Klarifikasi Undangan Penyidik Polda Kalteng Terkait Dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan

“Intoleransi menjadi masalah laten dalam bangsa. Itu sebabnya program LKLB ini penting agar kita tidak menjadi bangsa yang terdisintegrasi, mudah dipecah belah, sebaliknya bisa saling berkolaborasi,” ujar Yayah.

Sementara itu, Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata, mengatakan LKLB mengajarkan tiga kompetensi utama untuk hidup dalam masyarakat majemuk. Pertama, kompetensi pribadi, yaitu bagaimana seseorang mengenal agamanya dalam memandang relasi dengan sesama manusia termasuk mereka yang berbeda agama. Kedua, kompetensi komparatif, yaitu mengenal agama lain dari sudut pandang pemeluk agama itu sendiri. Ketiga, kompetensi kolaboratif, yaitu mendorong kerja sama satu sama lain tanpa sekat agama atau saling curiga untuk menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang menjadi tantangan bersama.

Daniel menjelaskan workshop LKLB diikuti oleh guru-guru yang sudah lulus dari program pengenalan LKLB yang diadakan secara online selama 1 minggu. Dalam workshop ini, guru diajarkan menginsersikan nilai-nilai LKLB ke dalam modul pembelajaran kemudian menerapkannya di ruang kelas.

“Program LKLB yang dimulai sejak 2021 sudah diikuti oleh 9.258 guru dari berbagai sekolah dan mata pelajaran dari 37 provinsi di Indonesia. Inisiatif program ini dimulai dari tokoh-tokoh agama terpandang seperti Buya Syafi’i Maarif, Prof. Amin Abdullah, dan mantan menteri luar negeri RI, Alwi Shihab,” kata Daniel.

Senada dengan itu, Penasihat Program Institut Leimena, Budi Setiamarga, mengatakan LKLB mendorong seseorang untuk beragama lebih dewasa. Toleransi sering kali hanya dimaknai secara pasif tanpa mengganggu keyakinan satu sama lain, sebaliknya dalam LKLB, setiap pemeluk agama didorong untuk terlibat satu sama lain, memiliki keterbukaan, dan mau bekerja sama untuk kebaikan.

Baca Juga  Polri Jamin Netralitas dalam Pemilu, Ini yang Jadi Pedoman

“LKLB mendorong keimanan kita menjadi kokoh sekaligus mampu memahami orang lain sebagaimana mereka memahami dirinya. Dengan pemahaman itulah, kita mencari titik temu untuk berkolaborasi,” kata Budi.

Pegiat dan pemerhati pendidikan di Perkumpulan Pengembang Pendidik Interreligius (PaPPIRus), Listia Suprobo, menambahkan insersi nilai-nilai LKLB akan menjadi modal sosial untuk bangsa Indonesia karena menghasilkan generasi penerus bangsa yang mengenal dirinya, mengenal orang berbeda, dan siap saling bekerja sama demi bangsa, umat, dan kemanusiaan.

bagikan :

Berita Lainnya