Palangka Raya – Dr. Ariyadi, M.H, Ketua Program Studi Hukum Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR), angkat bicara terkait asas Dominus Litis dalam RUU KUHAP yang memberikan wewenang penuh kepada jaksa sebagai pengatur utama perkara.
Dr. Ariyadi menyampaikan bahwa asas ini bisa menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dan dapat beresiko mengancam keadilan dalam sistem peradilan hukum di Indonesia khususnya peradilan pidana.
“Asas Dominus Litis ini adalah prinsip dalam hukum yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk mengendalikan jalannya suatu perkara pidana,” terangnya.
“Dimana dalam asas tersebut, dapat diartikan bahwa jaksa memiliki hak penuh untuk memutuskan apakah suatu perkara akan dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan,” sambung Dr. Ariyadi.
Dirinya menuturkan bahwa asas ini tidak hanya membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga mengecilkan ruang pengawasan, transparansi dan akuntabilitas.
“Tanpa mekanisme pengawasan yang efektif, asas ini bisa membuka ruang bagi praktik transaksional, kriminalisasi selektif, dan keberpihakan hukum pada kepentingan tertentu,” kata Dr. Ariyadi.
Sebagai seorang akademisi. Lanjut Dr. Ariyadi, pihaknya mendukung prinsip berkeadilan dan transparansi sehingga sangat disayangkan jika asas ini diterapkan dalam RUU KUHAP bisa menghambat akses keadilan dan memungkinkan intervensi politik.
“Dalam praktiknya, asas ini sering disalahgunakan untuk mendominasi perkara dengan pertimbangan yang tidak murni, yang mengarah pada ketidakadilan,” kata Dr. Ariyadi yang juga selaku Ketua LBH dan Advokasi Publik PW Muhammadiyah Kalteng.
Dr. Ariyadi menekankan bahwa asas yang ada perlu dievaluasi dan reformasi sistem peradilan harus menyeimbangkan independensi lembaga penuntutan dengan kontrol yudisial yang cukup, agar menghindari penyalahgunaan wewenang dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
“Dalam peradilan, kita harus mengutamakan prinsip saling mengawasi dan akuntabilitas, termasuk dalam wewenang penuntutan,” kata Dr. Ariyadi.
Dr. Ariyadi juga mengingatkan bahwa asas dominus litis bisa menjadi pisau bermata dua, yang bisa mempermudah secara administrasi, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi sistem peradilan hukum di Indonesia.
“Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan reformasi yang tepat untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan menjaga keadilan dalam sistem peradilan,” tandasnya.