Palangkaraya Ecological and Human Rights Studies (PROGRESS) Memberikan Hasil Kajian Plasma dan Media Briefing Konsesi Perkebunan Kelapa Sawit Di Wilayah Seruyan

Palangka Raya, Wahana Palangka – Palangkaraya Ecological and Human Rights Studies (PROGRESS), Menggelar Workshop Hasil Kajian Plasma dan Media Briefing bersama dengan komunitas masyarakat yang terdampak langsung dengan konsesi perkebunan kelapa sawit di wilayah Seruyan, yang diselenggarakan di Hotel Fiz Jl. Yos Sudarso No.352, Menteng, Kec. Jekan Raya, Kota Palangka Raya. Rabu (24/1/24)

Dalam press rilis PROGRESS dalam Kajian Plasma Dan Media Briefing 2024, Kartika menyampaikan Kabupaten Seruyan merupakan wilayah berkembang yang terbentuk dari pemekaran Kabupaten Kotawaringin Timur melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan delapan kabupaten baru di provinsi Kalimantan Tengah. Dengan luas 16.404,0 km2 dan menjadi wilayah terluas ke-3 di Kalimantan Tengah. 

“Oleh karena itu, Kabupaten Seruyan memiliki potensi sumber daya alam yang cukup tinggi, hingga menjadi salah satu tujuan investasi. Investasi yang hadir di Kabupaten Seruyan sebagian besar merupakan investasi berbasis hutan dan lahan yang berbentuk perkebunan kelapa sawit, ” ucapnya.

Kartika juga menegaskan perusahaan perkebunan sawit diharapkan sebagai upaya dalam peningkatan ekonomi masyarakat dan ekonomi daerah. Akan tetapi, seiring dengan perkembangnya, perusahaan perkebunan kelapa sawit memerlukan kawasan lahan yang semakin banyak untuk memperluas perusahaannya, hingga memunculkan berbagai konflik lahan perkebunan serta menimbulkan dampak lingkungan berupa banjir akibat angka deforestasi yang semakin tinggi. 

“Konflik-konflik lahan ini mulai mencuat sejak memasuki era reformasi atas kebebasan berekspresi. Perkebunan kelapa sawit skala besar sebagai pendorong utama deforestasi dalam dua dekade terakhir secara langsung mempercepat laju perubahan kehidupan masyarakat dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan. Harapan hidup sejahtera dengan kehadiran investasi, lenyap dan harus menghadapi kenyataan banyaknya konflik yang muncul, ” jelasnya.

Foto Pada Saat Workshop Hasil Kajian Plasma dan Media Briefing bersama dengan komunitas masyarakat yang terdampak langsung dengan konsesi perkebunan kelapa sawit di wilayah Seruyan
 

Ia juga mengatakan langkah yang di ambil pemerintah daerah untuk menurunkan angka deforestasi dan konflik sosial adalah menerapkan pendekatan yurisdiksi sebagai bagian integral dari pola pembangunan yurisdiksi. 

Baca Juga  Bersama Yonif 631 Antang, Brimob Kalteng Gelar Latihan Kesiapsiagaan Pengamanan Pilkada 2024

“Pendekatan yurisdiksi yang utama adalah memastikan semua pelaku dalam produksi pengolahan kelapa sawit (petani, perusahaan, pedagang, penyalur, lembaga sertifikasi) telah mendapatkan sertifikasi dari RSPO dan ISPO. Sertifikasi ini juga sebagai salah satu syarat dalam perdagangan komoditas dunia bertujuan untuk membuktian bahwa seluruh proses produksi kelapa sawit terbebas dari praktek perusakan alam/deforestasi dan pelanggaran atas hak asasi manusia, ” kata Kartika.

Lebih lanjut, ia menuturkan Berdasarkan hal tersebut, Kabupaten Seruyan telah ditunjuk sebagai wilayah percontohan penerapan metode Pendekatan Yuridiksi sertifikasi kelapa sawit sejak tahun 2015, sebagai langkah untuk mempercepat pencapaian sebagai kabupaten dengan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan guna menekan serta menurunkan angka deforestasi dan konflik sosial. 

“Berbasiskan peran aktif Pemerintah Daerah bersama-sama dengan pemangku kepentingan untuk menyusun capaian dengan penetapan aturan/kebijakan agar memastikan setiap pelaku usaha perkebunan menerapkan prinsip berkelanjutan dan dapat mengakses sertifikasi sawit dengan mudah melalui kabupaten, ” tutur Kartika.

Pemerintah Kabupaten Seruyan bersama dengan multi-stakeholder (kelompok kerja) membuat kesepakatan rencana kerja sawit berkelanjutan, sejumlah kebijakan seperti, Penetapan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Data Konflik Usaha Perkebunan di Desa serta Peraturan Bupati Nomor 48 tahun 2022 tentang Pedoman Penanganan Konflik Usaha Perkebunan adalah upaya pendekatan yurisdiksi lain yang ditempuh pemerintah daerah Seruyan dalam menyelesaikan konflik, penyediaan sistem dan database kabupaten, sertifikasi RSPO sejumlah kelompok tani dan SOP di tingkat Kelompok Kerja. 

Baca Juga  Apresiasi Kinerja Humas, Wakapolda Kalteng Beri Ucapan Selamat Ulang Tahun Humas Polri ke-73

“Pada 31 Oktober 2023, RSPO menyatakan bahwa secara resmi Seruyan telah memenuhi seluruh indikator relevan dan mendapatkan pengakuan terhadap pemenuhan tahap 1 Pendekatan Yuridiksi RSPO. Akan tetapi dalam proses pendekatan yurisdiksi ini masih banyak menuai masalah terutama bagaimana pemerintah daerah dapat menyelesaikan konflik sosial antara masyarakat dengan perusahaan. Hal ini terlihat dari banyaknya aksi-aksi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk keluhan/keberatan terhadap banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang telah berlangsung lama. Pelanggaran yang dilakukan antara lain, tidak dijalankannya FPIC (Free, Prior & Informed Consent), ganti rugi yang tidak sesuai, penyerobotan lahan, tidak adanya pemenuhan kewajiban plasma, dll, ” ungkap Kartika.

Oleh sebab itu Kartika juga menyampaikan kami dari PROGRESS menyatakan sikap Pertama Mendorong Pemerintah Daerah Seruyan untuk segera melaksanakan dengan tegas Peraturan Bupati Seruyan tentang Penanganan Konflik Usaha Perkebunan, Kedua Mendorong Pemerintah Daerah Seruyan untuk tegas meminta seluruh perusahaan sawit yang ada di Kabupaten Seruyan untuk segera menjalankan kewajibannya dalam pemenuhan plasma, Ketiga Meminta Pemerintah daerah untuk menindak tegas terhadap perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran hak masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan Keempat Meminta RSPO untuk meninjau ulang proses Sertifikasi Yurisdiksi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Seruyan, ” sampainya.

 

Sumber : bayu / tn-t7

bagikan :

Berita Lainnya